MANAJEMEN KEUANGAN Crative Accounting
1.1. Pendahuluan
Sejarah perkembangan
pemikiran akuntansi (accounting thought)
dibagi dalam tiga periode: tahun 4000 SM – 1300 M; tahun 1300 – 1850 M, dan
tahun 1850 M sampai sekarang. Masing-masing periode memberi kontribusi yang
berarti bagi ilmu akuntansi. Pada periode pertama akuntansi hanyalah bentuk record-keeping yang sangat sederhana,
maksudnya hanyalah bentuk pencatatan dari apa saja yang terjadi dalam dunia
bisnis saat itu. Periode kedua merupakan penyempurnaan dari periode pertama,
dikenal dengan masa lahirnya double-entry
bookkeeping. Pada periode terakhir banyak sekali perkembangan pemikiran
akuntansi yang bukan lagi sekedar masalah debit kiri – kredit kanan, tetapi
sudah masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan teknologi yang luar
biasa juga berdampak pada perubahan ilmu akuntansi modern (Basuki, 2000).
Pengguna
akuntansi juga bervariasi, dari yang sekedar memahami akuntansi sebagai: 1)
alat hitung menghitung; 2) sumber informasi dalam pengambilan keputusan; 3)
sampai ke pemikiran bagaimana akuntansi diterapkan sejalan dengan (atau sebagai
bentuk pengamalan) ajaran agama. Bila dihubungkan dengan kelompok usaha kecil
dan menengah tampaknya pemahaman terhadap akuntansi masih berada pada tataran
pertama dan kedua yaitu sebagai alat
hitung-menghitung dan sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan (Basuki, 2000)
Informasi
akuntansi sangat diperlukan oleh pihak manajemen perusahaan dalam merumuskan
berbagai keputusan dalam memecahkan segala permasalahan yang dihadapi
perusahaan. Informasi akuntansi yang dihasilkan dari suatu laporan keuangan
berguna dalam rangka menyusun berbagai proyeksi, misalnya proyeksi kebutuhan
uang kas di masa yang akan datang.
Tuntutan pasar
pada perusahaan untuk membuat keuntungan sering menyebabkan penurunan kualitas
laporan keuangan yang dihasilkan. Tekanan ini mempengaruhi manajemen untuk
dapat menyajikan laporan keuangan dengan posisi laba. Untuk mencapai
posisi laba tersebut tak jarang perusahaan memanfaatkan praktek creative accounting.
2.1. Pengertian
dan Definisi Creative accounting
Akuntansi adalah
suatu aktivitas jasa (mengidentifikasikan, mengukur, mengkalsifikasikan dan
mengikhtisarkan) kejadian atau transaksi ekonomi yang menghasilkan informasi
kuantitatif terutama yang bersifat keuangan yang digunakan dalam pengambilan
keputusan (Amin. W, 1997). Secara sederhana akuntansi dapat dianalogikan
sebagai speedometer ntuk mengecek
kecepatan kendaraan.
Akuntansi mencatat sebuah peristiwa/kejadian yang
menyebabkan terjadinya perubahan dana yang bisa kita sebut sebagai transaksi
dan mengolah peristiwa/kejadian tersebut menjadi informasi keuangan. Dalam hal
ini akuntansi digunakan sebagai alat untuk menyediakan informasi terkait dana.
Dana yang dimaksud dalam informasi keuangan ini memiliki berbagai bentuk
seperti, uang tunai, kendaraan, pinjaman, dan setoran modal. Penggunaan dana
umumnya terdiri dari elemen aset, biaya, dan pengambilan dana untuk kepentingan
perusahaan (pengambilan pemilik). Di lain pihak, dana diperoleh dalam bentuk
liabilitas, penghasilan, dan ekuitas. Dengan demikian The law of fund dapat digambarkan sebagai berikut (Hardono, 2013):
Penggunaan Dana
|
=
|
Pemerolehan dana
|
Aset+Biaya+Pengambilan Pemilik
|
=
|
Liabilitas+Ekuitas+Penghasilan
|
Praktek
nyata akuntansi dalam
organisasi perusahaan telah membantu manajemen dari suatu organisasi untuk
melihat secara jelas fenomena abstrak dan konseptual yang tidak pernah mereka
pikirkan sebelumnya, misalnya pemaknaan laba dan biaya yang dalam praktek
akuntansi dewasa ini merupakan simbol-simbol umum dan secara lazim memang diterima (Triyuwono,
2000).
Informasi tentang akuntansi keuangan digunakan oleh
beberapa pihak seperti investor, bank dan pemasok, lembaga pemerintah dll. Bagi
investor informasi terkait akuntansi ini berguna untuk mengetahui status
keuangan dan prospek keuangan perusahaan di masa yang akan datang. Untuk bank
dan pemasok informasi akuntansi keuangan tersebut digunakan ntuk menilai
tingkat kesehatan suatu perusahaan dan menaksir besarnya risiko sebelum mereka
memberikan pinjaman atau memberikan kredit barang sedangkan untuk pemerintah
informasi ini digunakan untuk keperluan perpajakan.
Normalnya seorang
akuntan harus mengikuti aturan yang ada dalam pembuatan laporan keuangan, yaitu
sesuai dengan aturan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) dalam melakukan penyusunan laporan keuangan
perusahaan. Namun
dalam kenyataanya banyak perusahaan yang secara kreatif melakukan manipulasi
data keuangan dengan memanfaatkan creative accounting untuk
mendapatkan respon yang baik dari beberapa kalangan. Hal
tersebut dilakukan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menghasilkan
performa perusahaan yang optimal secara pembukuan.
Creative
accounting oleh secara
umum dianggap hal yang tidak
etis karena memanipulasi data. Meskipun beberapa kalangan beranggapan bahwa creative accounting bukanlah suatu
perbuatan yang negatif, sepanjang kreatifitas yang dimaksud tidak digunakan
untuk sesuatu yang bertentangan dengan dengan prinsip akuntansi.
Menurut Merchant and Rockness (1994), Creative accounting merupakan sebuah
aksi bagian manajemen yang mempengaruhi laporan pendapatan yang menjelaskan
keuntungan ekonomi yang semu untuk organisasi dan faktanya dalam jangka waktu
panjang akan sangat merugikan. Hampir senada dengan pendapat sebelumnya, Naser
(1993) menyatakan bahwa creative
accounting merupakan transformasi bentuk akuntansi keuangan dari apa yang
sebenarnya terjadi menjadi seperti apa yang diharapkan pelaku dengan mengambil
keuntungan dari peraturan-peraturan yang ada dan atau mengabaikan sebagian atau
keseluruhan dari peraturan-peraturan tersebut.
Maraknya praktik creative
accounting dilakukan oleh beberapa perusahaan karena terbukti cara tersebut
telah membantu banyak
perusahaan untuk keluar dari krisis. Hal tersebut diamini pula oleh Fiserova dan Slova (2005), yang menyatakan
banyak kasus dimana perusahaan mendapatkan keuntungan dengan menggunakan tehnik
creative accounting dan tetap
bertahan dalam masa-masa sulit.
Manajemen berada
pada posisi yang dapat membuat keputusan akuntansi dan pelaporan tanpa
sepengetahuan para karyawan. Creative accounting
sangat mungkin dilakukan oleh manajemen, karena manajemen dengan informasi yang
dimilikinya akan leluasa untuk memilih alternatif metode akuntansi. Manajemen
akan memilih metode akuntansi tertentu jika terdapat insentif dan motivasi
untuk melakukannya. Cara yang paling sering digunakan adalah dengan merekayasa
laba (earning management), karena
laba seringkali menjadi fokus perhatian para pihak eksternal yang
berkepentingan.
Usaha untuk meningkatkan performa perusahaan demi
menghasilkan keuntungan dilakukan dengan memanfaatkan creative accounting untuk memperbaiki laporan keuangan. Passer dan Smith (2008), mendefinisikan
motivasi sebagai sebuah proses yang memengaruhi arah, ketekunan, dan kekuatan
perilaku individu atau organisasi dalam mencapai tujuan. Melalui pendekatan
kognitif, perilaku pencapaian tujuan ini dibentuk oleh 2 faktor, yaitu faktor
ekspektasi dan faktor imbalan. Dengan kata lain, makin tinggi imbalan yang akan
didapatkan, makin tinggi juga ekspektasi yang ditetapkan sehingga motivasi untuk
mencapai nilai tersebut pun makin besar. Secara
umum terdapat beberapa hal yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan
tindakan creative accounting
diantaranya adalah sebagai berikut:
- Motivasi
politis
Pada aspek politis ini, manajer cenderung
melakukan kreativitas akuntansi untuk menyajikan laba yang lebih rendah dari
nilai yang sebenarnya, terutama selama periode kemakmuran tinggi. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tidak menarik
perhatian pemerintah, media, dan konsumen yang dapat menyebabkan meningkatnya
biaya politis perusahaan. Rendahnya biaya politis akan menguntungkan manajemen..
- Mencapai
ekspektasi internal
Perusahaan
harus menghadapi banyak harapan dari pemegang saham. Pekerja dan pelanggan
tentunya menginginkan peruasahaan untuk bertahan dalam jangka waktu yang
panjang. Supplier ingin memastikan tentang pembayaran dan hubungan jangka
panjang dengan perusahaan.
- Provide Income Smoothing
Perusahaan
ingin menunjukkan betapa stabilnya pendapatan perusahaan untuk memuaskan para
investor dan untuk menjaga agar harga saham tetap stabil. Selain melakukan kontrak bisnis dengan
pemegang saham, untuk kepentingan ekspansi perusahaan, manajer seringkali
melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah
kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan dananya di perusahaannya, tentunya
manajer harus menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Dan untuk
memeroleh hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif
dari manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan keuangannya pun
seringkali muncul.
- Window Dressing for an IPO or a
Loan
Perusahaan
dapat memberikan kesan yang baik terkait dengan kemudahan dalam peminjaman. Proses penjualan saham perusahaan ke
publik akan direspons positif oleh pasar ketika perusahaan penerbit saham
(emiten) dapat menjual kinerja yang baik. Salah satu ukuran kinerja yang
dilihat oleh calon investor adalah penyajian laba pada laporan keuangan
perusahaan. Kondisi ini seringkali memotivasi manajer untuk berperilaku kreatif
dengan berusaha menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari biasanya.
- Taxation
Tindakan creative accounting tidak hanya terjadi di perusahaan go public dan selalu untuk kepentingan
harga saham, tetapi juga untuk kepentingan perpajakan. Kepentingan ini
didominasi oleh perusahaan yang belum go
public. Perusahaan yang belum go
public cenderung melaporkan dan menginginkan untuk menyajikan laporan laba
fiskal yang lebih rendah dari nilai yang sebenarnya.
- Change in Management
Tentunya
para manager ingin memberikan kesan bahwa dalam tangan mereka perusahaan
menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan manajemen sebelumnya. Praktik manajemen laba biasanya terjadi
pada sekitar periode pergantian direksi atau Chief Executive officer (CEO).
Motivasi-motivasi tersebut
mendorong terbentuknya perilaku oportunis dalam hubungan kontrak antara
pihak-pihak yang terlibat, baik antara pemegang saham dan manajemen maupun antara pengelola perusahaan dan
pihak lainnya.
2.2. Contoh
Kasus Creative accounting
Fenomena
intervensi manajemen dalam penyusunan laporan keuangan memunculkan skandal
berkenaan dengan manipulasi terhadap angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Beberapa skandal penyusunan laporan keuangan yang terkait dengan creative accounting telah menjadi
fenomena tersendiri di Indonesia. Misalnya fenomena kasus rekayasa pada laporan
keuangan 2010 PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) atau Askrindo telah
menjadi pusat perhatian dunia usaha. Laporan keuangan yang seharusnya sebagai
bentuk pertanggungjawaban keuangan, telah di salah gunakan penyajiannya oleh
manajemen dalam upaya menutupi kerugian penjaminan kredit. Lebih lanjut, kasus
akuntansi atas penyajian laporan keuangan juga terjadi pada Bank Lippo, PT
Citra Marga Nusapala, Bank Duta, PT Kimia Farma Tbk, PT Telkom, PT Merck dan PT
Ades Alfindo, PT Perusahaan Gas Negara (Sulistiawan, Januarsi, dan Alvia,
2011).
Pada paper ini akan dijelaskan tentang kasus yang
dialami PT Asuransi Kredit Indonesia atau PT Askrindo (Persero). Kasus ini berawal ketika Askrindo
menempatkan investasi berupa repurchase
agreement (repo), kontrak pengelolaan dana (KPD), obligasi, dan reksa dana
di lima manajemen investasi (MI) dan perantara pedagang efek (broker). Diduga
Askrindo telah melakukan
rekayasa laporan keuangan.
Kasus ini berawal
ketika Askrindo menempatkan investasi berupa repurchase agreement (repo), kontrak pengelolaan dana (KPD),
obligasi, dan reksa dana di sejumlah manajer investasi dan perantara pedagang
efek (broker). Berdasarkan penelusuran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK), investasi melalui KPD dilakukan sejak 2005, sedangkan
repo sejak 2008. Kedua praktek investasi yang terlarang bagi perusahaan
asuransi itu teridentifikasi pada 2008-2010. Ketua Bapepam-LK Nurhaida mengatakan,
pengusutan terhadap kasus Askrindo telah dilakukan sejak Bapepam-LK meminta
perusahaan asuransi menghentikan dan melaporkan investasi melalui KPD pada
2008.
Adapun transaksi
repo ditemukan berdasarkan laporan keuangan Askrindo pada 2009 yang telah
diaudit. Bapepam-LK menemukan praktek menyimpang yang dilakukan Askrindo, yaitu
menempatkan investasi repo, KPD, obligasi, serta reksa dana di sejumlah manajer
investasi dan broker. Bapepam-LK juga menemukan KPD yang tak sesuai dengan
ketentuan, di antaranya KPD dengan tiga manajer investasi, yakni PT Harvestindo
Asset Management, PT Jakarta Investment, serta PT Reliance Asset Management.
Lalu KPD dengan dua perusahaan bukan manajer investasi, yakni PT Batavia
Prosperindo Financial Services dan PT Jakarta Securities. Dalam data
Bapepam-LK, investasi yang digelontorkan di lima perusahaan investasi tersebut
sebesar Rp 439 miliar.
Berdasarkan catatan Bapepam-LK, penempatan investasi Askrindo kepada
kelima MI tersebut. I) Jakarta Investment – Investasi KPD sebesar Rp41 miliar
dan Repo Rp132 miliar. II) Harvestindo Asset Management – Investasi KPD dan
Repo sebesar Rp80 miliar. III) Reliance Asset Management – Investasi KPD dan
Repo sebesar Rp93,32 miliar, serta reksa dana Rp17,82 miliar. IV) Batavia
Prosperindo Financial Services – Investasi Repo Rp6,3 miliar. V) Jakarta
Securities – Investasi Repo Rp20 miliar, dan obligasi negara serta korporasi
Rp66,11 miliar.
Menurut Nurhaida dalam
pernyataannya yang dimuat pada portal berita hukumonline, penempatan investasi tersebut telah
dilakukan Askrindo sejak 2005, sedangkan Repo mulai dilakukan sejak 2008.
Padahal berdasarkan aturan pasar modal V.G.6, perusahaan asuransi dilarang
menempatkan investasi dalam bentuk kontrak bilateral atau KPD, dan Repo.
2.3. Rumusan yang Sering Digunakan
Menurut Amat,
Oriol, dan Gowsthorpe (2004), creative
accounting merupakan tranformasi informasi keuangan dengan menggunakan
pilihan metode, estimasi, dan praktek akuntansi yang diperbolehkan oleh Standar
Akuntansi. Menurut Myddelton (2009), akuntan yang dianggap kreatif adalah
akuntan yang menginterpretasikan area abu-abu untuk mendapatkan manfaat atau
keuntungan dari hasil interpretasi tersebut. Jadi, dengan harapan mendapatkan
tujuan tertentu, maka akan menginterpretasikan kebijakan akuntansi dengan cara
tertentu juga. Menurut Sulistiawan (2003), creative
accounting adalah aktivitas badan usaha untuk memanfaatkan teknik dan
kebijakan akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan.
Scott (1997)
merangkum pola umum yang banyak dilakukan dalam praktik manajemen laba, yaitu taking a bath, income minimization, income
maximization, dan income smoothing.
1.
Pola
taking a bath
Pola taking
a bath dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan tahun berjalan
menjadi sangat tinggi atau rendah dibandingkan laba periode tahun sebelumnya
atau tahun berikutnya. Pola ini biasa dipakai pada perusahaan yang sedang
mengalami masalah organisasi (organizational
stress) atau sedang dalam proses pergantian pimpinan manajemen perusahaan.
2.
Pola
income minimization
Pola income
minimization dilakukan dengan cara menjadikan laba periode tahun berjalan
lebih rendah dari laba sebenarnya. Secara praktis, pola ini relatif sering
dilakukan dengan motivasi perpajakan dan politis. Demi menjaga konsistensi
bantuan, subsidi, atau risiko diprivatisasi, manajer cenderung menururnkan laba
karena khawatir jika kinerja baik, sahamnya akan dijual atau tidak mendapatkan
bantuan.
3.
Pola
income maximization
Untuk pola income maximization, pola ini merupakan kebalikan dari pola income minimization. Menurut pola ini,
manajemen laba dilakukan dengan cara menjadikan laba tahun berjalan lebih
tinggi dari laba sebenarnya. Pola ini biasanya digunakan oleh perusahaan yang
akan melakukan IPO agar mendapatkan kepercayaan dari kreditor.
4.
Pola
income smoothing
Pola terakhir adalah pola income smoothing. Pola ini dilakukan
dengan mengurangi fluktuasi laba sehingga laba yang dilaporkan relatif stabil.
Untuk investor dan kreditur yang memiliki sifat risk adverse, kestabilan laba merupakan hal penting dalam pengambilan
keputusan.
Dalam pelaksanaannya creative accounting memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan
yang didapat dari praktek creative
accounting ini jelaslah laba, dan citra perusahaan yang positif seperti
yang telah dibahas di atas. Namun selain keuntungan tersebut, praktek creative accounting ini juga konsekuensi
yang berpotensi menimbulkan kerugian
bagi perusahaan yang mengaplikasikannya, beberapa diantaranya adalah:
1.
Terhadap
perusahaan pelaku
Jika praktik ini diketahui oleh publik
maka kepercayaan publik akan turun dan berakibat pada harga saham yang terus
turun. Jika perusahaan tidak mampu menanggulangi hutang-hutangnya dampak
terburuk bahkan mungkin terjadi, yaitu kebangkrutan.
2.
Terhadap
kantor akuntan publik
Praktik ini secara otomatis akan menyeret
institusi yang melakukan audit terhadap laporan keuangannya. Auditor tentu akan
kehilangan kredibilitas, ijin audit, kehilangan klien, dan bahkan bukan tidak
mungkin terseret dalam tindak pidana.
3.
Terhadap
Publik dan Lembaga-lembaga Publik
Merosotnya kepercayaan publik terhadap
kejujuran, transparansi, baik dari direksi perusahaan, perusahaan audit dan
bahkan kredibilitas pasar modal sendiri yang membuat mereka semakin
berhati-hati dalam membidik peluang investasi. Perusahaan-perusahaan yang
sahamnya diperdagangkan di pasar modal diharuskan memenuhi persyaratan
pembeberan (disclosure) yang luar
biasa ketat.
4.
Terhadap
Profesi Akuntansi
Pemerintah tentu akan memperketat proses
administrasi dan birokrasi untuk institusi baru menjadi auditor. Selain itu,
berbagai ketentuan akan diberlakukan seperti kewajiban mendaftar, standar
audit, disciplinary hearing, sanksi, dll juga akan diberlakukan serta diawasi
secara seksama oleh publik maupun pemerintah.
5.
Terhadap
Investor
Para pemegang saham (Investor) dapat
melayangkan gugatan class action terhadap para biggest players di bursa saham
seperti Wall Street dengan tuduhan
melakukan penipuan (Fraud). Gugatan
itu perlu dilakukan untuk melindungi kepentingan public. Kolapsnya sebuah perusahaan terutama perusahaan besar juga
mengguncang neraca keuangan para kreditornya yang telah mengucurkan dana yang
sangat besar.
6.
Terhadap
Karyawan
Ribuan pegawai tidak hanya kehilangan
pekerjaan, tetapi juga tabungan pensiunan mereka jika perusahaan mengalami
collapse sangat parah. Dampak bagi karyawan akan sangat serius karena biasanya
perusahan sendiri yang mengadministrasi tabungan pensiun pegawai-pegawai
mereka. Perusahaan akan menanamkan uang tersebut dalam bentuk saham pada
perusahaan-perusahaan tersebut.
3.1. Kesimpulan
Creative accounting
merupakan hal yang sering dilakukan oleh pihak internal diperusahaan bukan
hanya untuk memanipulasi data yang ada akan tetapi juga untuk menyelamatkan
perusahaannya. Akan tetapi, ada faktor yang menyebabkan memanipulasi data
dilakukan oleh perusahaaan untuk mendapatkan respon yang positif dari beberapa
pihak dan keuntungan baik itu untuk pihak internal perusahaan maupun untuk
umum.
Dalam melakukan
kecurangan memanipulasi data ada banyak cara untuk mendeteksinya dan
mencegahnya. Hal itu, dapat dilakukan dengan mengevaluasi ulang data yang ada
dan memeriksa kembali sehingga kecurangan yang ada dapat terdeteksi dan
dicegah. Sehingga cara creative
accounting tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu hanya untuk
keuntungan pribadinya bukan untuk kelangsungan perusahaan dan pemegang saham
perusahaan.
Creative accounting
memiliki dampak yang kurang baik untuk perusahaan baik itu pemilik perusahaan
tersebut maupun investor yang ingin menanamkan modalnya ke perusahaan tersebut.
Upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan
akuntansi yaitu mengefektifkan pengendalian internal termasuk penegakan hukum,
perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian, pelaksanaan good governance, memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang
diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan
masyarakat.
(Anjar)
Refference:
Amat, O. dan C. Gowthorpe. 2004. Creative Accounting: Nature, Incidence and
Ethical Issue.
|
Amin, Widjaja
Tunggal. 2001. Pengukuran Kinerja dengan
Balanced Scorecard. Jakarta: Harvarindo.
|
Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Perpustakaan
Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD).
|
Fiserova, Veronika dan Slova, Klicova. 2005. Effective of Creative
Accounting on the Future of the Company.
|
Hardono, Sony
Warsono bin, Ratna Chandrasari. 2013. Dasar-dasar
akuntansi TPA+ Tes Potensi Akuntansi. Yogyakarta: AB Publisher.
|
Merchant, K.
dan J. Rockness. 1994. The Ethics of
Managing Earnings: An Empirical Investigation. Journal of Accounting and
Public Policy.
|
Myddelton,D.R. 2009. Margin of Error In Accounting. New York: Palgrave Macmillan.
|
Naser K. 1993.
Creative Financial Accounting: its
nature and use. Hemel Hempstead: Prentice-Hall, Inc.
|
Passer, M. M., & Smith, R. E. (2007). Psychology: The science of mind and
behavior (3rd ed). New York: McGraw-Hill.
|
Scott, William
R. 1997. Financial Accounting Theory,
International Editiom. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
|
Sulistiawan, D. 2003. Praktik Creative Accounting: sebuah kajian analitis. Akuntansi
dan Teknologi Informasi.
|
Sulistiawan, Dedhy, Yeni Januarsi
dan Liza Alvia. 2011. Creative
Accounting : Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta:
Salemba Empat.
|
Triyuwono, Iwan. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syariah. Yogyakarta: LkiS.
|
Yoz. 2013. Meneg BUMN Rombak Direksi Askrindo. http://www.hukumonline.com
|
No comments:
Post a Comment